PESAN PERSATUAN
Allah SWT menyerukan umat manusia untuk bersatu dan tidak berbeda-beda dalam beragama, berpadu dan tidak berselisih faham dalam menegakkan syari’ah-Nya (QS. 3:102-103). Allah SWT memperingatkan umat Islam agar tidak terjebak dalam perselisihan beragama seperti yang pernah terjadi pada umat sebelumnya. (QS. 3:105)
KEMUNGKINAN PERBEDAAN
Perbedaan dalam alam semesta adalah sunnatullah yang membuat kehidupan menjadi harmonis. Perbedaan warna membuat kehidupan menjadi indah, kita tidak akan dapat mengetahui putih jika tidak pernah ada hitam, merah, hijau dan warna lainnya. Kita tidak akan dapat bekerja dengan baik jika jari-jari tangan kita ukuran dan bentuknya sama, seperti telunjuk semua misalnya, atau kita akan kesulitan mengunyah makanan jika bentuk gigi kita semuanya sama, taring semua misalnya, dst. Demikanlah harmoni kehidupan, alam semesta menjadi indah ketika ada perbedaan wujud dan fungsinya. Perbedaan pada wasa’ilulhayat (sarana hidup).
Permasalahan muncul ketika perbedaan terjadi pada minhajul hayah (jalan hidup). Perbedaan itu menjadi sangat membahayakan ketika terjadi pada dzatuddin (esensi agama). Firman Allah : “ Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya” QS. 40:13, atau perbedaan yang terjadi pada ushul (dasar-dasar) yang telah ditetapkan oleh Al Qur’an, AS Sunnah, maupun Ijma’. Sebab prinsip-prinsip yang telah ditetapkan oleh Al Qur’an, As Sunnah maupun Ijma’ adalah esensi dasar dari ajaran agama yang mempersatukan ajaran Muhammad SAW dengan ajaran para Nabi sebelumnya (QS. 29: 69, 5:15-16, 2:208), kemudian perbedaan tanawwu’ (penganeka ragaman) dalam pelaksanaan syari’ah, antara wajib atau sunnah. Wajib ain atau kifayah, dst.
Dengan demikian perbedaan itu dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok berikut ini:
1. Perbedaan pada Dzatuddin (esensi) dan Ushul (dasar-dasar) prinsipil. Perbedaan inilah diisyaratkan Allah :
“Jika Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu”. QS. 11: 118-119
Inilah perbedaan yang menghasilkan perbedaan agama seperti , Yahudi, Nasrani, Majusi, dst. Dan untuk itulah Allah utus para Nabi dan Rasul untuk menilai dan meluruskan mereka. Firman Allah :
“Manusia itu adalah umat yang satu. (setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan…” QS 2:213
2. Perbedaan umat Islam pada Qaidah Kulliyah (kaidah umum). Perbedaan ini muncul setelah terjadi kesepakatan pada dasar prinsipil agama Islam. Perbedaan pada masalah inilah yang dapat kita fahami dari hadits Nabi yang memprediksikan terjadinya perpecahan hingga tujuh puluh tiga golongan. Perbedaan ini lebih terjadi pada minhaj (konsep) akibat infiltrasi ajaran Agama dengan konsep lainnya. Seperti akibat infiltrasi konsep Yahudi, faham materialis, Budhis, dsb. Rasulullah memberitahukan bahwa di antara umat ini ada yang mengikuti umat sebelumnya sejengkal demi sejengkal hingga tidak ada lagi eksistensi agama ini kecuali tinggal namanya. Perbedaan ini berada dalam rentangan dhalal (sesat) dan hidayah (benar), sunnah dan bid’ah. Seperti perbedaan Ahlussunnah dan Mu’tazilah, Qadariyah, Rafidhah, dsb.
3. Perbedaan pada Furu’iyyah (cabang). Perbedaan ini muncul pada tataran aplikatif, setelah terjadi kesepakatan pada masalah-masalah dasar prinsipil dan kaidah kulliyah. Perbedaan aplikasi ini sangat mungkin terjadi karena memang Allah telah jadikan furu’ (cabang) syari’ah agama terbuka untuk dianalisa dan dikaji aplikasinya. Al Hasan pernah ditanya tentang ayat :” …mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Allah …”QS 11: 118-119, ia katakan : “adapun orang-orang yang telah memperoleh rahmat Allah, maka mereka tidak akan berselisih dengan perselisihan yang membahayakannya.
Karena perbedaan pada tataran apliskasi ini suatu keniscayaan Allah memberikan referensi dasar untuk menjadi titik temu dari semua perbedaan pemahamam (QS. 4:59)
Maka perbedaan apapun yang muncul dalam tataran aplikasi/furu’iyyah harus dikembalikan kepada kitab Allah, dan rasul-Nya semasa hidup atau kepada Sunnahnya setelah rasul wafat.
Porsi perbedaan ini dilakukan oleh para Fuqaha (ahli fiqh) dalam persoalan furu’iyyah setelah terjadi kesepakatan pada masalah ushul. Al Baghdadiy, mengatakan : “ Siapapun yang mengidentikkan diri dengan Islam, menyadari sepenuhnya bahwa perbedaan yang tercela (sebagai ahlunnar dari 73 golongan) adalah perbedaan fuqaha dalam masalah furu’iyyah fiqh. Untuk menghadapi perbedaan halal-haram dalam masalah fiqh saja terdapat dua alur:
- pendapat yang membenarkan semua pendapat mujtahid dalam masalah fiqh, atau dengan kata lain ijtihad fiqhiyyah/furu’iyyah adalah “semua benar”
- pandangan yang menganggap bahwa ada satu kebenaran dari perbedaan yang bermacam-macam itu, selainnya salah, tetapi berpahala juga, artinya tidak tersesat.
Sampai di sini dapat kita fahami pandangan Imam Syahid Hasan Al Banna yang mengatakan bahwa khilaf (perbedaan) fiqhiy dalam masalah-masalah furu’iyyah tidak boleh menjadi sebab perpecahan, permusuhan, dan kebencian. Setiap mujtahid telah memperoleh balasannya. Sabda Nabi : “Jika seorang hakim berijtihad dan ijtihadnya benar maka memperoleh dua pahala, dan jika ijtihadnya salah ia memperoleh satu pahala”.
Filed under: Uncategorized |
Tinggalkan komentar